Sebuah catatan
Penulis : Reza Nasrullah
arahbanua.com, BANJARBARU,-
Kemiskinan adalah suatu kondisi yang batas-batasnya sangat jelas dalam Islam. Siapa saja yang berhak mendapat zakat, maka dia adalah miskin. Selain itu pasti adalah muzakki yakni orang yang wajib membayar zakat karena kekayaan materi yang dimilikinya.
Maka persoalan mengentaskan kemiskinan dapat didefinsikan dengan pasti dan tegas yakni bagaimana mengubah mustahik(penerima, yang berhak menerima) zakat menjadi muzakki.
Dan ternyata, pengentasan kemiskinan bukan utopia atau suatu hal yang mustahil, karena sudah pernah diwujudkan dalam sejarah ummat manusia, ketika khalifah bani Umayyah bernama Umar bin Abdul Aziz berhasil mengentaskan kemiskinan rakyatnya sedemikian rupa sehingga tidak ada lagi satu pun rakyatnya yang menjadi mustahik, sampai mereka bingung kemana menyalurkan zakatnya, dan akhirnya terpaksa menyalurkannya ke luar negeri.
Yang luar biasa, hanya dalam waktu 2 tahun masa pemerintahan beliau, keadaan sebelumnya yang krisis sangat parah berubah menjadi kemakmuran yang merata. Tentu saja, pengalaman sejarah ini sangat penting dan menarik untuk kita ambil hikmahnya dalam upaya kita mengentaskan kemiskinan pada zaman kita melalui Program Keluarga Harapan(PKH)
.
Titik Tolak Pengentasan Kemiskinan
Dr. M. Umer Chapra dalam bukunya berjudul “Islam dan Tantangan Ekonomi”(terjemahan), terbitan Gema Insani Press, tahun 2000, menguraikan secara rinci bagaimana kegagalan berbagai sistem ekonomi dunia saat ini dalam mewujudkan kemakmuran secara adil dan merata tanpa harus menyamaratakan.
Semua sistem, apakah itu Kapitalisme, Sosialisme, Negara Kesejahteraan, dan Ekonomi Pembangunan, semuanya gagal total sepanjang sejarah mereka sampai dengan detik ini, untuk menghapus kemiskinan.
Sedangkan sistem Islam telah berhasil dengan gemilang khususnya yang telah dibuktikan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz, hanya dalam waktu dua tahun.
Kegagalan sistem ekonomi non-Islam bersumber dari titik tolak yang salah baik sebagian atau seluruhnya, ataupun karena pertentangannya satu sama lain. Oleh sebab itu untuk berhasil, kita harus berangkat dari titik tolak yang benar yang hanya tersedia dalam sistem Islam.
Titik Tolak Sistem Islam
Islam menawarkan sistem ekonomi yang fondasinya sangat berbeda dengan semua sistem ekonomi yang telah gagal total di atas, meskipun mereka terus berkuasa sementara sampai dengan zaman kita kini.
(1) Titik Tolak Iman: iman kepada ALLAH SWT menjadi fondasi pertama dalam setiap upaya mengentaskan kemiskinan. Dengan iman setiap manusia yakin bahwa tujuan hidupnya yang hakiki dan pasti serta tidak pernah berubah adalah menggapai ridho ALLAH SWT dan menjalani hidup sebagai hambaNya dan khalifahNya dengan beribadah hanya kepadaNya dan memakmurkan bumi dengan pedoman dariNya. Hanya dengan iman inilah manusia akan memiliki filter moral dalam mengelola kekayaan materi, sehingga terhindar dari keserakahan, kerakusan,ketamakan, kemubadziran, dan penghalalan segala cara dalam memperoleh kekayaan materi. Sebaliknya hanya karena iman saja, seseorang akan rela mengeluarkan sebagian dari yang dia peroleh dengan kucuran keringatnya sendiri, untuk disalurkan kepada orang lain yang membutuhkan, tanpa pamrih apapun selain ridho ALLAH SWT. Inilah yang dapat memastikan terdistribusinya kekayaan ekonomi secara merata, adil, dan tanpa rasa iri,dengki, curiga,dsb. Sebab, si pemilik harta yang mengeluarkan zakatnya memperoleh kekayaannya dengan cara yang halal, dan menyisihkan sebagiannya sesuai hitungan Syariat secara ikhlash, sedangkan yang menerimanya(mustahik) memperoleh haknya berdasarkan hak atas perintah ALLAH SWT BUKAN belas kasihan si kaya, sehingga mereka tetap memiliki harga diri, dan tetap terpacu untuk berubah sendiri menjadi muzakki.
Hanya dengan imanlah, setiap orang akan sepakat untuk mewujudkan kebahagiaan SELURUH manusia lewat aktifitas ekonomi, tanpa berani melanggar hak-hak orang lain, dan selalu menjaga diri dari menzalimi pihak lain. Inilah filter yg akan membuat sistem ekonomi Islam mampu memproduksi barang dan jasa yang sesuai kebutuhan pasar tanpa merusak lingkungan, tanpa monopoli harga, tanpa kemubadziran.
(2) Titik Tolak Kehidupan: Islam menjamin wujudnya kehidupan yang selamat dalam arti tidak boleh ada satu pihakpun yang merasa berhak menguasai kehidupan orang lain dengan memperbudaknya, mempersulitnya, atau bahkan membunuhnya, tanpa alasan yang bisa dibenarkan. Semua pihak wajib menjaga dan membela hak hidup pihak lainnya secara berharga diri, bahkan menolongnya untuk hidup lebih baik dan lebih bahagia.
(3) Titik Tolak Akal: Islam menjamin setiap manusia berhak memperoleh pendidikan akal agar berkembang keilmuannya dan tidak boleh satu orangpun dibiarkan dalam kebodohan. Ini merupakan hak dasar pendidikan dalam sistem Islam, di mana ilmu yang diajarkan juga harus ilmu yang benar, BUKAN misalnya ilmu yang diharamkan seperti ilmu judi, ilmu sihir, ilmu menipu, apalagi ilmu korupsi, dsb.
(4) Ttitik Tolak Keturunan: Islam menjamin setiap orang untuk memperoleh keturunan yang sehat, selamat, aktif dan bertumbuh secara wajar dalam lingkungan keluarganya tanpa membedakan agamanya, warna kulitnya, ataupun tingkatan sosialnya. Ini bisa diartikan sebagai pemenuhan hak dasar kesehatan bagi setiap individu dan keluarganya.
(5) Titik Tolak Harta: Islam menjamin agar harta diperoleh secara halal, dan dimanfaatkan untuk hal-hal yang benar, bukan misalnya untuk menipu orang lain, bukan untuk membunuh orang lain, bukan untuk menyusahkan atau memperbudak orang lain. Dengan titik tolak ini harta harus dan wajib dilindungi kepemilikannya bagi setiap individu asal diperoleh secara halal. Harta bukan tujuan utama kehidupan setiap orang, namun tanpa harta, empat titik tolak sebelumnya juga akan sulit diterapkan.
Semua titik tolak ini berurutan, mulai dari diwujudkannya iman, ditumbuhkembangkanya kehidupan, dipupuknya akal, dijaganya keturunan, sampai dengan ditumbuhkembangkannya harta, ia merupakan lima titik tolak yang saling bergantung dan saling menguatkan, yang dengannya bisa diwujudkan kehidupan yang makmur, aman, damai, sejahtera lahir bathin, adil bagi semua tidak hanya bagi sesama manusia, bahkan adil bagi makhluk hidup lainnya.
Bagaimana Khalifah Umar bin Abdul Aziz menerapkan kelima Titik Tolak di atas?
Ini adalah pelajaran sejarah yang sangat penting dan handal untuk dijadikan cermin bagi kita yang sedang berjuang mengentaskan kemiskinan melalui PKH.
Umar bin Abdul Aziz dilahirkan dalam sebuah keluarga kerajaan, ayahnya adalah gubernur Mesir. Ketika dewasa, ia diangkat menggantikan ayahnya atas perintah kekahlifahan bani Umayyah. Ibunya adalah cucu Umar bin Khaththab. Ia dilahirkan sekitar 50 tahun sejak wafatnya Nabi saw. Ini adalah masa ketika masih banyak sahabat Nabi yg masih hidup. Pendidikannya dimulai dari belajar hadits dan fiqh, dan dalam waktu singkat dia berhasil menjadi ahli hadits dan fiqh. Ia pun dengan mudah bisa membedakan antara monarki dan khilafah.
Pada usia 37 tahun, dia diberi jabatan khalifah secara kebetulan, tanpa kampanye dan kehendak dirinya dan langsung menyadari beban besar dan berat mengatasi krisis negerinya. Langkah pertama dan utama yang dia lakukan adalah memastikan Islam diterapkan dalam pemerintahannya dan membuang jauh-jauh sistem kejahiliyahan yang saat itu sudah lama menggerogoti sistem kekhalifahan Umayyah yang melahirkan krisis berkepanjangan dalam semua aspek kehidupan rakyat. Ia kemudian langsung menggunakan kekuasaannya untuk menghapus kebanggaan sebagai keluarga kerajaan, praktek-praktek pengadilan yang mendahulukan kepentingan keluarga yang berkuasa dan menghapus kebanggaan memperlihatkan kekuasaan yang sebelumnya menjadi kegemaran keluarga raja-raja bani Umayyah.Ia mendekalarasikan dirinya sebagai khalifah atau pelayan muslim yang sebenar-benarnya sesuai ajaran Islam. Caranya? Ia mengembalikan semua kekayaan keluarga kerajaan dan miliknya sendiri ke perbendaharaan negara. Semua kekayaan baik yang bergerak maupun tidak bergerak yang sebelumnya dirampas dari rakyat dikembalikan ke pemilik asalnya. Akibatnya, kekayaan pribadinya sendiri mengalami kerugian besar. Dari sebelumnya ia memiliki penghasilan per tahun sebesar 50.000 dinar menjadi hanya 200 dinar. Setelah memperbaiki kondisi keluarganya sesuai prinsip hidup sederhana, ia beralih ke reformasi sistem pemerintahan. Ia langsung mengganti gubernur-gubernur yang tidak adil dan mencari penggantinya yang jujur.
1) Dia mereformasi seluruh kebijakan berkaitan dengan perpajakan dan menghapus semua pajak tidak sah termasuk pajak penyulingan air yang dikenakan sebelumnya oleh keluarga Umayyah.
2) Dia mereorganisasi dan mereformasi sistem pengumpulan zakat.
3) Dia membuka perbendaharaan negara untuk membiayai pekerjaan umum.
4) Dia membayar dan mengobati semua ketidakadilan yang menimpa non-muslim, mengembalikan rumah-rumah ibadah mereka yang dirampas sebelumnya tanpa dasar yang sah, membebaskan tanah-tanah mereka, dan mengembalikan semua hak dan keistimewaan mereka di bawah Syariah.
5) Dia membuat sistem pengadilan terbebas dari kaitan dengan eksekutif.
6) Dia menghapus semua bayang-bayang pengaruh keluarga penguasa terhadap sistem pengadilan dan menerapkan prinsip-prinsip islami berupa persamaan hukum bagi siapa saja dan keadilan bagi semua.
7) Dia memeriksa perluasan keyakinan-keyakinan yang menyalahi Islam di kalangan muslim dan memperbaiki secara besar-besaran sistem pendidikan dengan memastikan sebanyak mungkin rakyat memperoleh pendidikan Al-Qur’an dan Fiqh dan berhasil menggerakkan semangat rakyat untuk menguasai ilmu-ilmu keislaman, yang berdampak pada dihasilkannya ulama-ulama besar sekaliber Iman Abu Hanifa, Imam Malik, Imam Syafi’I, dan Imam Ahmad bin Hambal.
8) Dia menghidupkan kembali semangat keikhlasan dalam mengamalkan Syariah dan mencegah tumbuhnya kecenderungan hidup yang mencintai kemewahan dan kenikmatan duniawi yang berurat-berakar selama pemerintahan monarki sebelumnya.
Dengan demikian ia berhasil mengembalikan rasa keadilan dan kehormatan bagi ummat.
“Apabila Kami beri mereka kekuasaan di bumi mereka berjuang menegakkan sholat, menegakkan zakat, memaksakan tegaknya kebaikan dan melarang keras kesesatan”(Q.S 22: 41)
Diceritakan selama masa kekuasaan Walid, rakyat kalau bertemu dan berbincang akan membicarakan topik tentang bangunan dan kebun/taman. Sedangkan di bawah kekuasaan Sulaiman bin Abdul Malik, rakyat menyenangi pembicaraan seputar percintaan dan hiburan.
Sedangkan di bawah pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, kebiasaan rakyat dengan cepat berubah dan topik-topik tentang sholat, puasa dan al-Qur’an menjadi arus utama dalam bincang-bincang di antara mereka.Non-muslim pun begitu terkesan oleh keadilannya sehingga mereka berbondong-bondong dalam jumlah ribuan memeluk Islam.
Dengan beberapa reformasi berjalan, sang Kahlifah menghadapkan perhatiannya pada negara-negara tetangga non-muslim dan mengajak mereka memeluk Islam, dan sebagian negara tetangga itu menerima ajakannya dengan sukarela. Pembaharu Islam pertama ini bekerja sangat keras selama dua setengah tahun dan sepanjang masa yang singkat ini ia mampu merevolusi kehidupan dalam seluruh aspeknya. Tetapi keluarga bani Umayyah berubah melawannya. Mereka merasakan kematian dengan dihidupkannya Islam oleh sang Khalifah dan tidak bisa mentolerir reformasinya. Mereka berkonspirasi untuk meracuninya dan beliau meninggalkan dunia fana dalam usia muda, hanya 39 tahun.
Ketika sang Khalifah wafat, kaisar Romawi berkomentar:
“Saya tidak akan terkejut jika seorang pendeta merendahkan kehidupan dunia dan menyibukkan dirinya sendiri dalam ibadah dibalik pintu tertutup, namun saya sangat kagum terhadap lelaki ini yang berkuasa atas kekaisaran yang begitu luas namun menolak kenikmatan dunia dan memilih menjalani hidup sederhana seperti seorang pendeta”.
PKH akan berhasil bila kita berupaya meneladani Khalifah Umar bin Abdul Aziz, minimalnya itulah keyakinan penulis.
SUMBER INSPIRASI:
Dr. M. Umer Chapra, ‘Islam dan Tantangan Ekonomi’,(terjemahan), Gema Insani Press, 2000.
Internet.
WALLAAHU A’LAMU BISHOWAB.
KOMENTAR TERBARU