ARAHBANUA.COM
Oleh: H J FAISAL
Allah Ta’alla memberikan hamba-Nya dunia. Dunia adalah tempatnya manusia hidup. Hidup di sini artinya semua aktifitas, baik aktifitas fisik, maupun aktifitas metafisknya seorang manusia terus bergerak, bergerak maju ke depan, meskipun tetap akan menciptakan dan meninggalkan jejak sejarah untuk semua aktifitas yang telah dilakukannya tersebut.
Tidak perduli berapapun usia yang sedang dimiliki oleh seorang manusia saat ini, apakah manusia tersebut sedang berada dalam usia anak-anak, usia remaja, usia dewasa, bahkan sampai di usia tua pun sekalipun, asalkan masih berada dalam kondisi akal dan pikiran yang sehat, maka sesungguhnya manusia tersebut akan mampu mengontrol mobilitas fisik dan metafisiknya.
Yang pasti, di dalam otak manusia yang sehat, kekuatan untuk menghidupkan dan menghasilkan pikiran yang produktif akan selalu ada. Tetapi, jika di tempat kehidupan ini, seorang manusia tidak pernah berusaha menstimulus kemampuan berpikirnya untuk menghidupkan dan menghasilkan pemikiran yang produktif, maka artinya dia sudah mati mendahului kematian fisiknya sendiri.
Begitupun dengan kemampuan manusia untuk berfantasi dan berimajinasi. Allah Ta’alla juga telah membekali setiap manusia akal dan pikiran. Dan setiap manusia yang berakal dan berpikiran sehat, pastinya memilliki berbagai macam fantasi atas masa lalunya, dan juga berbagai macam imajinasi atas masa depannya.
Dalam konteks psikologi dan filsafat, fantasi sering dikaitkan dengan kenangan atau pengalaman masa lalu yang diolah kembali dalam pikiran kita, sementara imajinasi lebih sering dikaitkan dengan kemampuan untuk membayangkan kemungkinan atau skenario masa depan yang belum terjadi.
Fantasi dan imajinasi inilah yang sesungguhnya dapat menghidupkan stimulus neuron-neuron yang ada di dalam otak kita, sehingga ada sebuah ‘energi’ yang dapat menggerakkan kita untuk selalu dapat berproduktifitas.
Di usia kita saat ini, kita sesungguhnya dapat berfantasi tentang masa lalu kita yang indah, misalnya masa lalu dengan orangtua kita, masa lalu kita dengan teman-teman masa sekolah kita, atau bahkan masa lalu kita dengan cinta pertama kita.
Semua macam fantasi kita tersebut dapat saja kita bawa dan kita hadirkan ke hadapan kita saat ini dengan tujuan subjektifitas kita, untuk menambah motivasi hidup kita, untuk ‘mengobati’ batin kita yang sedang merasa lelah saat ini, dengan mengingat masa-masa indah yang pernah kita nikmati bersama para tokoh-tokoh di masa lalu kita tersebut, atau bahkan juga dapat kita gunakan untuk cerminan traumatik kita atas segala kesalahan yang pernah kita lakukan di waktu lalu, agar tidak kita ulangi kembali di waktu sekarang dan kedepannya nanti.
Begitupun dengan imajinasi. Setiap manusia berhak untuk membuat berbagai macam imajinasi tentang masa depannya. Setiap manusia berhak untuk ‘menghadirkan’ segala macam imajinasinya tentang apa yang ‘seharusnya’ terjadi terhadap dirinya, terhadap keluarganya, terhadap teman-temannya, dan terhadap lingkungan sekitarnya.
Untuk mewujudkan segala macam imajinasi tersebut, pastinya harus ada usaha yang nyata. Dan segala macam bentuk usaha inilah yang akhirnya membuat manusia untuk tetap bergerak dengan fisik dan pikirannya, sehingga dari gerak pribadi tersebut, akan berlanjut menuju gerak-gerak sosial yang lebih besar lagi, sampai akhirnya akan membentuk sebuah gerak untuk menuju sebuah peradaban yang lebih baik.
Apakah usia membatasi imajinasi kita? Sama sekali tidak. Usia hanyalah sekedar kumpulan akumulasi waktu yang pernah kita lewati. Semakin banyak usia kita, artinya semakin banyak pengalaman empiris yang kita rasakan, dan kita pahami, bukan dan bukan hanya sekedar kita lewati begitu saja.
Artinya, semakin banyak usia kita yang sudah terkumpul saat ini, maka akan semakin banyak pula imajinasi yang dapat kita wujudkan.
Imajinasi ternyata mampu membuat manusia untuk mempunyai keberanian dalam menjalani kehidupannya. Semangat untuk mewujudkan imajinasi tersebut merupakan dorongan ‘energi’ yang luar biasa yang akan ‘nyangkut’ di hati dan benak kita, yang kemudian diwujudkan melalui usaha dan tindakan.
Saya pernah menyaksikan banyak orangtua yang usianya lanjut, yang masih melakukan perjalanan ke berbagai negara di dunia. Dari beberapa negara yang pernah saya kunjungi, saya menyaksikan dan mengetahui bahwa banyak sekali para traveller ‘lanjut usia’ yang merasa sangat bahagia karena dapat mewujudkan imajinasi mereka di waktu mudanya, untuk dapat berkeliling dunia. Dan akhirnya semua imajinasi mereka tersebut dapat mereka wujudkan dalam keadaan yang sangat menyenangkan, meskipun usia mereka tidak lagi sedikit.
Albert Enstein pernah berkata, bahwa sesungguhnya manusia dalam keadaan mati jika dia tidak mempunyai imajinasi dalam hidupnya.
Jangan pernah takut dengan ‘sisa waktu’ yang kita miliki, karena sesungguhnya waktu ada di dalam ‘kendali’ kita sendiri. Jika kita dapat menggunakan waktu dengan baik, maka waktu akan tunduk kepada kita, dan kita dapat menghasilkan banyak hal produktif di dalamnya, berarapun jumlah usia kita. Namun jika kita tidak dapat mengendalikan waktu, maka segala macam imajinasi kita akan hilang ditelan oleh waktu, dan pastinya hanya akan menjadi ‘bahan tertawaan’ sang waktu saja.
Jadi, jangan takut untuk berimajinasi. Jika untuk berimajinasi saja kita takut, bagaimana kita akan mempunyai keberanian untuk hidup?
Wallahu’allam bisshowab
Jakarta, 2 Oktober 2024
*Dosen Prodi PAI UNIDA Bogor/ Director of Logos Institute for Education and Sociology Studies (LIESS) / Pemerhati Pendidikan dan Sosial/ Anggota PJMI
KOMENTAR TERBARU