ARAHBANUA.COM
Khutbah Idul Adha 1445 H / 2024 M Oleh : Prof. Dr. H. Eggi Sudjana, SH, M.Si. Masjid Al Kautsar. Perumahan Griya Anggraini, Jalan Anggaran Raya Blok E14 No.1, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor.
إنَّ الحَمْدَ ه لِل نَحْمَدُهُ وَنَسْتَ ه عيْنُهُ وَنَسْتَغْ ه فرُهُ �, و َنَعُوْذُ بهاللههُ منْ شُرُوْ ه ر أَنْفُ ه سنَا
وَسَيهِّئَا ه ت أَعْمَا ه لنَا �, مَنْ يَهْ ه د ه الله فَلا مُ ه ضلَّ لَه �, وَمَنْ يُضْ ه للْ فَلا هَا ه ديَ لَ هُ �,
وَأشْهَدُ أنْ لا إلهَ Ia adalah Allah dan Allah adalah Allah yang telah menciptakan manusia. Ia adalah Allah yang telah menciptakan manusia. Ia adalah Allah yang menciptakan manusia. Ia adalah Allah yang menciptakan manusia. Ia adalah Allah yang menciptakan manusia.
اللََُّّ أَكْبَرُ اللََُّّ أَكْبَر
لا إهلَهَ إهلا اللََُّّ، وَاللََُّّ أَكْ بَرُ
اللََُّّ أَكْبَر وَه لِلَّه الْحَمْدُ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
BAGIAN LIMA
Oleh karena itu, marilah secara objektif, sistematis, dan toleransi, terhadap 79 tahun perjalanan kemerdekaan bangsa ini kita mau jujur, benar, dan adil untuk menerima berlakunya hukum Islam di Indonesia. Bagi mereka, Presiden dan DPR, dengan kapasitas dan wewenang yang melekat padanya bisa mengupayakan dan mengkondisikan agar hukum Islam, nilai-nilai ajaran Islam yang terkait dengan pidananya, hukum tata negaranya, dan hukum hubungan internasionalnya bisa produktif terimplementasikan pada tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hebatnya, hampir 79 tahun perjalanan kemerdekaan bangsa ini, kita telah melangkah maju dari segi waktu, kehilangan momentum dan kesempatan emas. Waktu yang berjalan tidak mendatangkan amal saleh yang signifikan untuk membantu perubahan nilai-nilai kehidupan sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya yaitu berupa anugerah atau given dari nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Hal ini disebabkan 3 (tiga) hal penting, yaitu:
1) Desain Intelejen mengkondisikan kekeliruan persepsi dalam memahami dan menghayati serta melaksanakan ajaran Islam yang justru didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
2) Ketidaksadaran terhadap nilai anugerah besar dari Allah tersebut (Al Kautsar).
3) Ketidaktaatan terhadap keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT. Bangsa ini terpuruk karena perilaku zalim dan curang dari para pejabat dan elite bangsa
Begitu pula penting untuk disamakan cara pandang terhadap penyelesaian segala persoalan bangsa ini yaitu:
1) kesamaan persepsi terhadap ajaran Islam yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, bahkan Pancasila dan UUD 1945 merupakan aplikasi dari nilai-nilai luhur ajaran Islam meskipun ada hal-hal Tertentu yang bisa diperdebatkan. Namun sebaliknya, jangan kita berselisih pendapat terus-menerus tentang hal ini karena Allah SWT melarangnya (QS Al Anfal [8]: 46).
2) perlunya kesadaran yang sama untuk menerapkan ajaran Islam secara Kaffah. Allah SWT berfirman,
Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya untuk mencari keridhaan Allah. Dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, dia musuh yang nyata bagimu. (QS Al Baqarah [2]: 207-208)
3) Pentaatan yang sama terhadap tiga hal: a) keyakinan, b) komitmen, dan c) konsisten terhadap ajaran Islam yang harus diwujudkan melalui dimensi shalat yang diukur dalam 3 hal:
(1) Dimensi keimanan. Pelaksanaan sholat 5 (lima) waktu dari mulai takbir sampai salam, yang sebelumnya diawali dengan wudhu, sebagaimana dicontohkan Nabi Muhammad SAW.
(2) Dimensi Kehidupan. Di dalam sholat ada satu gerakan sujud yang bermakna kehidupan, pikiran konsep dan program mesti mengacu kepada Allah SWT. dan Rasul-Nya dengan Al-Qur’an dan sunahnya. Harus dipahami, di dalam kepala kita ada otak untuk berpikir, maka dipikirkanlah konsep-konsep sistem kehidupan individu, berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bahkan kehidupan masyarakat dunia yang seharusnya demi kehidupan itu sendiri mesti tunduk patuh kepada hukum-hukum Allah SWT.
(3) Dimensi Syahid. Pada hadist yang terdapat dalam riwayat Jabir ra., “Bahwasannya Nabi Saw memerintahkan untuk menguburkan orang yang mati syahid dengan darah dan pakaian mereka, tanpa disucikan dan dimandikan” . (HR. Bukhori)
Bagi orang-orang yang mati syahid tidak perlu disholatkan, karena sesungguhnya mereka telah shalat ketika perang, yaitu ketika mensujudkan konsep, program, kehidupan untuk berserah diri kepada Allah Swt. Kemudian dalam perjalanannya ia terbunuh di jalan-nya.
Agar masyarakat Indonesia mengenal 3 (tiga) dimensi shalat tersebut, maka dilakukan peningkatan kecerdasan shalat agar memanggil Allah setiap saat dikumandangkan menjadi pemenang di setiap saat, dimana pun dan pada situasi apapun. Insya Allah gerakan perjuangan terus disemangati, terus diupayakan, dan terus diperjuangkan secara maksimal oleh kita semua umat Islam. Seluruh komponen umat Islam haruslah memiliki persepsi, kesadaran, dan ketaatan yang sama terhadap kesempurnaan anugerah nilai ajaran Islam dari Allah SWT. oleh karena itu, 3C percaya diri, Komitmen, dan Konsisten ini:
Percaya diri: kita harus berpegang pada prinsip.
Komitmen: kita harus membayar untuk mendapatkan nilainya.
Konsisten: kami yakin kami mampu melakukannya.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Oleh karena itu, melalui keteladanan Nabi Ibrahim sebagaimana tersebut, maka dapatlah dikemukakan beberapa hal yang mengokohkan “keikhlasan dan ketakwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala”, yaitu:
1. Peristiwa Kurban merupakan suatu rangkaian kegiatan Idul Adha tentunya mempunyai sejarah, hukum, dan hikmah yang harus diteladani. Umat Islam wajib meneladani bagaimana Nabi Ibrahim as. memiliki pondasi iman yang kuat, akidah yang kokoh, serta tauhid di jalan yang benar. Begitu pula umat Islam harus memiliki akhlakul karimah atau budi pekerti baik dalam menjalani kehidupannya sebagaimana teladan
Nabi Ibrahim as. Itulah ritualitas Kurban dalam mendirikan yayasan keimanan, ketakwaan, dan keikhlasan beribadah umat muslimin.
2. Pemimpin dan masyarakatnya hendaknya mampu menanamkan rasa patuh, ketundukan, dan keikhlasan pada diri kaum muslimin sebagai modal dasar atau nawaitu (niat) beribadah kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya dengan dasar Al Quran dan Hadits, yang wujud implementasi melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
3. Dalam menopang dan mengimplementasikan keikhlasan untuk beriman kepada Allah SWT, maka diperlukan suatu kekuatan, baik dari pribadi maupun komunitas muslim. Allah SWT. berfirman :
Dan bersiaplah untuk menghadapi mereka, kekuatan apa saja yang kamu sanggupi, dan dari kuda yang ditambatkan (untuk persiapan perang) yang dengannya kamu menggetarkan musuh Allah dan musuhmu, dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya (tetapi) Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahi di jalan Allah, itu tidak akan dibalas dengan cukup olehmu, dan kamu tidak akan dianiaya. (QS. Al Anfal [8] : 60)
Sebagai implementasi kekuatan tersebut terbagi atas enam hal yang harus disiapkan dan dilakukan secara bersama-sama, yaitu : 1) Kesiapan wibawa akidah. Wibawa akidah perlu dibangun pertama kali pada diri seorang muslim. Mengedukasi dan menjalankan wibawa aqidah melalui 3C (percaya diri, komitmen, konsisten) untuk mewujudkan hukum-hukum Allah yaitu hukum Islam. 2) Kesiapan untuk membawa ilmu. Sumber Daya Manusia (SDM) umat Islam harus memiliki sisi intelektual umat Islam yang cerdas, terampil, dan tangguh, 3) Kesiapan wibawa kepemimpinan. Allah SWT. berfirman,
Dan mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (memperoleh) orang-orang yang lemah, baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak yang berdoa, “Ya Tuhan kami, keluarlah kami dari negeri ini (Mekah) yang penduduknya zhalim. Berilah kami pelindung.” dari sisi-Mu, dan berilah kami penolong dari sisi-Mu.” (QS An Nisa [4]: 75)
Ada 3 karakter yang harus ada dalam diri pemimpin, yaitu: pertama penaluk. Pemimpin harus bisa menundukkan segala masalah yang ada, harus tunduk dan patuh kepada pemimpinnya, agar efektif dan efisien terhadap tegaknya hukum Islam.; kedua berubah. Pemimpin itu harus memiliki daya ubah melalui manajemen kepemimpinannya atau sebagai yaitu perubahan mengubah keadaan yang tidak baik menjadi baik, dari keadaan yang tidak Islami berubah menjadi keadaan yang Islami. Tanpa adanya perubahan sesungguhnya tidak ada kepemimpinan itu sendiri.; dan ketiga, pengemban amanah. Pemimpin itu harus jujur, benar, adil, dalam menjalankan 3 C tersebut demi tegaknya hukum-hukum Allah/hukum Islam. Tanpa mengurangi rasa hormat sebagai kritik keras siapa pun presiden di Indonesia dan menteri-menterinya, mereka yang pernah menjadi anggota DPR, Gubernur, Walikota atau Bupati Melalui idul qurban ini untuk intropeksi Apakah pengorbanan kalian dalam mendedikasikan kepemimpinannya telah berhasil menegakkan hukum Islam ? Jika tidak berhasil menegakkan hukum Islam, maka seharusnya para pejabat dan politisi pada saat itu harusnya malu kepada Allah SWT. dan seluruh rakyat Indonesia yang mayoritas beragama Islam.
bersambung ke BAGIAN ENAM
KOMENTAR TERBARU