Penulis: REZA NASRULLAH
arahbanua.com, Banjarbaru-
Sedangkan sehubungan dengan alternatif (b), ALLAH SWT mengetahui bahwa keadilan sosial yang sejati hanya terwujud setelah segenap permasalahan diserahkan kepada keputusan hukumNya, dan masyarakat sebagai keseluruhan bersedia menerima pembagian kekayaan yang diaturNya, karena DIA LAH HAKIM YANG PALING ADIL. Demikian pula setiap anggota masyarakat percaya sepenuhnya bahwa dengan menyerahkan segala keputusan hukum kepada ALLAH YANG MAHA TAHU, MAHA AGUNG, mereka akan diberi ganjaran di akhirat nanti. Masyarakat tidak boleh berada dalam kondisi di mana sebagian orang berkeinginan yang tinggi, sebagian lagi dikendalikan oleh dendam, sehingga semua permasalahan dipecahkan lewat pedang dan senjata, ketakutan dan ancaman, yang berakibat hati warga tidak bisa tentram, sebagaimana yang berlaku pada sistem sosial yang diatur BUKAN dengan petunjuk ALLAH SWT.
Adapun alternatif (c) , DIA mengetahui bahwa moralitas hanya bisa dibangun di atas keimanan, yang memberikan kriteria, menciptakan nilai-nilai, membatasi otoritas yang darinya kriteria dan nilai-nilai akan diturunkan, dan menetapkan ganjaran bagi yang menerimanya dan hukuman bagi yang menyimpang darinya atau menentangnya. Tanpa keyakinan ini atau konsep tentang otoritas yang lebih tinggi, semua nilai akan tetap tidak stabil, karena tidak adanya perhitungan/pertanggungjawaban, otoritas dan ganjaran.
Dengan alternatif yang telah sama-sama kita ketahui, dapat dipahami bahwa metoda AL-QUR’AN secara garis besar adalah sebagai berikut:
- Menanamkan ‘aqidah secara murni dengan cara memberi pengertian secara dialogis dan komunikatif tentang masalah-masalah yang selalu menjadi isu sentral sepanjang hidup manusia dari zaman ke zaman, yaitu tentang:
- Rahasia keberadaan manusia;
- Rahasia alam semesta yang melingkunginya;
- Siapa manusia itu;
- Untuk apa dia ada;
- Darimana dia berasal;
- Ke mana dia nanti akhirnya;
- Siapa yang menyebabkan dia ada dari tidak ada;
- Siapa yang menciptakan alam semesta yang hebat ini dan memeliharanya;
- Bagaimana berhubungan dengan pencipta itu, alam fisik dan manusia lainnya, dsb.
- Apabila manusia sudah membuka dada/hatinya lebar-lebar untuk menerima iman/’aqidah di atas-karena telah mencapai pengertian yang cukup-itu berarti ia telah siap menerima pedoman hidup, petunjuk hidup, way of life (gaya hidup), berupa syari’ah dan akhlak. Maka dia pun dapat diberi pedoman ini secara bertahap, terpola dan terkurikulum, yakni dengan turunnya ayat-ayat ALQUR’AN secara sedikit demi sedikit.
- Akhirnya dihasilkanlah –dengan metoda ini – suatu generasi qur’ani yang: # murni imannya di dalam hati; # murni pola pikirnya=pola piker AL-QUR’AN; # mulia akhlak dan perilaku muamalahnya.
Sifat-sifat masyarakat islam dan metoda pembentukannya yang tepat
Bagaimanapun karena keyakinan (‘aqidah/iman kita) maka kita berkesimpulan bahwa hanya Islam-lah satu-satunya metoda sekaligus alat untuk mencapai tujuan hidup manusia yang sebenarnya, di manapun mereka berada dan kapanpun kurun waktunya.
Untuk merealisir masyarakat islamiyyah yang akan melawan gempuran sengit masyarakat jahiliyyah(secular), dibutuhkan para perintis jalan, para pelopor, para pionir.
Masyarakat islamiyyah ini telah lenyap di atas bumi sejak runtuhnya kekhalifahan Islam terakhir di Turkiye. Maka yang tersisa adalah masyarakat jahiliyyah, yang di mana-mana tumbuh bagai virus kanker, membesar dan berkembang biak.
Namun, alhamdulillaah, ALLAH SWT Yang Maha Rahman, masih menakdirkan untuk mengingatkan manusia supaya kembali ke jalan yang lurus, kembali kepada fitrahnya sebagai manusia, kembali membentuk masyarakat islamiyyah. IA telah mengutus tokoh-tokoh yang memperingatkan ummat agar menyadari ketergelincirannya. Tokoh-tokoh itu antara lain adalah: Hasan Al-Banna, Sayyid Quthb, Abul A’la Al-Maududi, dll.
Saking lamanya masyarakat islamiyyah ini terkubur di balik hati-hati manusia yang membatu (sebabnya simak QS 57:16) dalam ummat Islam, maka untuk melembutkannya kembali, akan dibutuhkan waktu yang sangat panjang, waktu untuk beberapa generasi.
Meskipun demikian, kita menyadari, inilah satu-satunya jalan, kalau kita ingin selamat dalam pertanggungjawaban kita sebagai mu’min-muslim, pengikut Rasulullah, Muhammad SAW, di hadapan ALLAH ROBBUL JALIIL, di akhirat nanti.
Sebab, adalah suatu dosa yang takkan diampuni oleh ALLAH SWT, apabila kita tidak mau, enggan, malas, dsb mengubah nasib kita sendiri. Ataukah kita sudah merasa puas dengan keadaan sekarang? Sementara kita tahu banyak hal yang bertentangan dengan ‘aqidah dan syari’ah Islam kita? Apakah kita harus beralasan, “kami orang-orang yang lemah yang tak kuasa berbuat apapun, oleh sebab itu kami terjerumus ke dalam dosa” ? kepada ALLAH SWT, padahal DIA tahu kita ini hanya malas dan sudah terlanjur cinta/suka/bahagia/tentram dengan dunia beserta segala kehebatan isinya dan takut mati? Padahal kita membaca firmanNya: “KATAKANLAH : JIKA ADALAH BAPAK-BAPAK, ANAK-ANAK, SAUDARA-SAUDARI, ISTRI-ISTRI, KELUARGA, HARTA BENDA, PERDAGANGAN YANG KAMU KUATIRKAN KERUGIANNYA, DAN TEMPAT-TEMPAT TINGGAL YANG KAMU SUKAI, LEBIH KAMU CINTAI DARIPADA ALLAH DAN RASULNYA DAN BERJIHAD DI JALANNYA, MAKA TUNGGULAH SAMPAI ALLAH MENDATANGKAN KEPUTUSANNYA, KARENA ALLAH TIDAK AKAN BIMBING KAUM YANG FASIK” (QS 9: 24).
Kita sedang membutuhkan Islam, bukan Islam yang membutuhkan kita. Kita butuh meyakini Islam di dalam hati dan menjadi gaya hidup. Dengan ini kita akan mampu membela diri dari serangan virus kanker kejahiliyyahan/sekularisme yang terus-menerus tanpa jeda sedetikpun berusaha masuk ke dalam hati lewat otak, mata, telinga, mulut, dan anggota badan kita, baik ketika berdiri, duduk, maupun berbaring.
KOMENTAR TERBARU