16 Februari 2025
Fotoram.io (5)

ARAHBANUA.COM

 

oleh OVAMIR ANJUM
diterjemahkan bebas oleh Reza Nasrullah Jurnalis Arah Banua

 

#7: KEDAULATAN RASIONAL

Hukum Tuhan yang disampaikan melalui wahyu mampu dipahami oleh akal manusia. Tetapi akal manusia tidak akan mampu membuat hukum serupa dengan akalnya.
Al-Qur’an menyebutkan bahwa manusia diberi naluri untuk menyembah Tuhan yang satu, artinya dibekali pengetahuan ghaib dan sejak permulaan zaman, tentangnya. (baca QS 7:172). Tetapi pada ayat lain yakni QS 16:78) disebutkan bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan tidak tahu apapun. Seolah bertentangan, makna dari kedua ayat di atas adalah bahwa naluri menyembah SATU Tuhan tidak otomatis mewujud dalam kemampuan mengamalkan nilai-nilai tauhid, melainkan harus melalui proses berpikir (rasional).
Maka aliran pemikir awal Islam kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa sumber-sumber tekstual Islam berupa Al-Qur’an dan Hadits-hadits shohih berada dalam garis tengah yang sempurna dalam menetapkan keseimbangan antara dua hal: daya nalar manusia dalam memahami norma-normal Islam dan terbatasnya ilmu manusia dibanding Tuhan dalam sistem nilai untuk membuat hukum.
Maka bagi mayoritas ulama ‘aqidah, pernyataan Al-Qur’an: “ALLAH mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui” (baca QS 2: 216 atau 3:66) dengan halus namun telak memastikan bahwa manusia tidak akan mampu menilai segala sesuatu tanpa petunjuk wahyu.
Manusia sejatinya dianugerahi kapasitas mengenali petunjuk wahyu begitu dipertemukan dengannya. Setiap anak manusia dilahirkan dalam kondisi fitrah yaitu status suci dan bersifat islam. (baca QS 30:30). Ayat ini diperjelas oleh hadits Nabi Muhammad saw : “setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orangtuanya lah yang menjadikannya nasrani, atau yahudi, atau majusi”. (Al-Bukhari, no 1385).

 

(bersambung ke no #8: KEDAULATAN SETELAH MASA KENABIAN).

Loading

redaksi