
ARAHBANUA.COM
Dr H.M.Suaidi,MAg.
Dalam menerima ujian, tentu kita tidak akan mampu sekuat dan sesabar kaum alim ulama yang menunjukkan ketaqwaaannya kepada Rabb-nya dengan cara yang luar biasa. Dikisahkan pula tentang kisah kesalehan Urwah Bin Zubair, ulama yang sangat alim. Beliau adalah salah satu dari Tujuh Fuqaha Madinah, yaitu sebutan untuk sekelompok ahli fiqih dari generasi tabi’in yang merupakan para tokoh utama ilmu fiqih di kota Madinah setelah wafatnya generasi sahabat yang hidup sezaman dengan Nabi Muhammad.
Ibnu Khillikan menyebut beliau sebagai orang yang alim, saleh sekaligus memberi contoh manusia yang sabar dan tabah dalam menghadapi takdir Allahﷻ. Dikisahkan saat hendak pergi menemui Walid bin Abdul Malik, beliau mendapati musibah pertama yang menimpanya, anak kesayangannya meninggal dunia karena terinjak binatang ternak dan meninggal dunia seketika. Dalam keadaan demikian, beliau tetap melanjutkan perjalanannya dengan tetap memuji kebesaran Allahﷻ, tidak ada perasaan kecewa terhadap takdir yang Allah berikan tersebut. Beliau bahkan memuji dengan kata yang menyejukkan hati dengan tetap yakin bahwa jika Allah memberikan ujian, pasti memberikan maaf, demikian juga ketika Allah mengambil sesuatu darinya, pasti akan memberi pengganti yang lebih baik.
Setelah kejadian tersebut, beliau mendapat ujian lagi. Kakinya tertimpa penyakit kudis yang sangat parah. Dokter-dokter pada waktu itu sudah angkat tangan karena penyakitnya sudah kronis, hingga kemudian diambillah keputusan untuk mengamputasi kaki Urwah Bin Zubair. Eksekusi dilakukan dengan mendatangkan para jagal. Saat itu belum ada ilmu anestesi seperti kemajuan dunia kedokteran saat ini, sehingga beliau disarankan untuk minum khamr (minuman keras) agar tidak merasa sakit saat diamputasi, beliau menjawab, “Aku tidak akan memanfaatkan sesuatu yang diharamkan oleh Allah hanya karena ingin sembuh. Selain itu, beliau juga menolak untuk meminum obat tidur dan bersikeras untuk tegar menahan rasa sakitnya. Di sela-sela proses pemotongan kakinya tersebut, beliau tidak henti-hentinya mengucapkan kalimat tahlil dan takbir. Dalam cerita lain, dikisahkan tentang momen pemotongan itu dilakukan sewaktu Urwah sedang shalat sesuai dengan permintaannya. Setelah pemotongan kaki selesai dilakukan, beliau mengatakan:“Demi Allah selama 40 tahun saya belum pernah melangkahkan kaki ke tempat haram dan saya bersyukur bisa mengembalikan kakiku kepada Rabbku dalam keadaan suci.
Sikap Urwah ini menunjukkan betapa tingginya kesabaran beliau dalam menerima takdir Allah SWT. Mendapat musibah bertubi-tubi, tidak membuatnya lantas mengeluh tetapi malah memuji kebesaran Tuhannya. Ia merasa bahwa ujian yang datang menimpanya, tidak sebanding dengan nikmat Allah yang begitu banyak. Orang yang menyatakan keimanannya kepada Allah dengan bersungguh-sungguh, menyikapi sakit dengan hati yang tenang dan ikhlas, karena tahu inilah kesempatan Allah menguggurkan dosa-dosa dan kesalahannya. Mereka tahu inilah kesempatan untuk berdoa dan berdzikir serta berhusnudzon kepada Allah SWT, karena semua atas izin-Nya dan semua akan kembali kepadaNya.
Dengan mengambil I’tibar dari kisah Urwan bin Zubair ini, hendaknya kita menyikapi uji atau musbah dengan tidak berputus asa terhadap ujian atau musibah yang diberikan Allah SWT, karena sejatinya keputusasaan acapkali membuat manusia menjadi ragu-ragu dan membuat hidup kita seakan tanpa ruh, tanpa jiwa dan parahnya lagi, keputusasaan mampu menghilangkan semangat hidup untuk meraih keberkahan Allahﷻ. Perlu٧ selalu kita tanamkan dalam jiwa kita bahwa hidup kita ini sangat bergantung pada Allah SWT sang Maha Pencipta
اياك نعبد واياك نستعين .
Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.” (QS. Al-Fatihah [1]:5)
Namun memang tabiat manusia yang seringkali hanya berdoa di saat butuh dan akan melenggang dengan bangganya disaat hajatnya terpenuhi, tak pernah merasa mau bergantung sepenuhnya kepada Sang Khalik dan kerap hanya menumbuhkan kesombongan pada diri manusia.
واذا انعمنا على الانسان اعرض زنا بجانبه واذا مسه الشر فذو دعاء عريض.
“Dan apabila kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri…” (QS. Fushsilat [41]:51)
لا يسم الانسان من دعاء الخير وان مسه الشر فيؤس قنوط.
Manusia itu tiada jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka, maka ia menjadi putus asa lagi putus harapan.” (QS. Fushsilat [41]:49)
Agama Islam adalah agama yang paling sempurna, Agama Islam sangat menganjurkan umatnya untuk melakukan hal-hal yang terpuji. Kita memiliki role model yang selalu dapat dijadikan teladan atau uswatun hasanah bagi seluruh umatnya. Salah satu akhlakul karimah yang diajarkan oleh nabi Muhammad SAW adalah sifat raja’ yang berarti harapan atau optimisme, yang dalam arti luas dapat diartikan bahwa Allah akan senantiasa memberikan harapan. Oleh karenanya, sebagai muslim yang taat pada Allah, kita seyogyanya tidak boleh merasa kehilangan harapan, baik itu harapan akan pengampunan dosa, harapan mendapatkan kualitashidup yang baik, harapan untuk keluar dari himpitan kesulitan hidup maupun harapan untuk mendapatkan jawaban dari setiap permasalahan
Kita harus senantiasa menumbuhkan harapan dan optimisme dengan tidak berperasangka buruk kepada Allah SWT, meyakinkan diri bahwa setiap ujian yang diberikan oleh Allah semata-mata untuk kebaikan kita, tanamkan pada hati kita, bahwa Allah SWT selalu bersedia membantu kita menyelesaikan permasalahan kehidupan yang kita hadapi. Dengan menumbuhkan harapan ini, tidak ada istilah putus asa ketika menghadapi problematika kehidupan yang memang selalu mengintai kehidupan kita, bahkan problematika yang hadir karena multiplier effect yang ditimbulkan oleh virus corona sekalipun. Dengan meyakini Allahﷻ senantiasa hadir dan membantu kita, maka akan memunculkan ketenangan hati dan kedamaian pikiran. Terlebih jika kita menempatkan posisi Tuhan sebagai prioritas utama di hati kita dengan menyadari bahwa kuasanya tak terbatas dan cinta kasihnya kepada hambanya tiada bertepi, Ia selalu hadir memberikan jalan keluar disetiap kesulitan dan himpitan kehidupan bahkan kesulitan itu datang dari buah keburukan kita sekalipun.
Dengan melihat bahwa ada kebaikan disetiap kesulitan, kita akan selalu berbaik sangka kepada Allah. sebagaimana firman Allah SWT dalam hadis qudsi, kasih sayang-Ku lebih luas dari murka-Ku, dan dalam hadis lain disebutkan, Allah SWT berfirman, Aku tergantung prasangka hamba-ku kepada-Ku. Apabila ia berprasangka baik, maka baik akibatnya, namun apabila ia berprasangka buruk, keburukan akan menimpa dirinya.
Setiap kejadian betapapun pahitnya akan selalu menyisakan hikmah yang besar, hal ini yang selalu diajarkan oleh Allah melalui kalamnya Yang Mulia, dengan maksud supaya manusia tidak berputus asa dengan segala sesuatu yang hilang dan tidak berbangga diri ketika berpunya.
Supaya kamu jangan berputus asa atas sesuatu yang hilang dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang telah diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Al Hadid:23)
Selain itu dalam firman Allah SWT yang lain disebutkan bahwa, tidak ada satu musibah pun yang menimpa bumi dan manusia tanpa sepengetahuan Allah SWT. Dan bagi-Nya hal tersebut sangat mudah terjadi
ما اصاب من مصيبة فى الارض ولا فى انفسكم الا فى كتب من قبل ان ان نبر أها . ان ذلك على الله يسير
Tiada musibah yang menimpa bumi dan tidak pula menimpa dirimu melainkan tertulis dalam kitab sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu di sisi Allah sangat mudah. (Al Hadid:22)
Dengan selalu berbaik sangka pada Allahﷻ kita akan selalu meyakini bahwa di saat senang Allahﷻ selalu menyertai dan dikala himpitan kehidupan hadir manyapa, Allah SWT pun tidak beranjak dari sisi kita. Kasih sayang-Nya selalu ada bersama hambanya yang beriman. Dengan keyakinan ini, kita akan selalu mampu bangkit dari keterpurukan dan tersenyum meski kabut duka menyelimuti, tetap tegar kala kepayahan dan kembali berdiri dan berjuang kala jatuh dan tersungkur. Dengan demikian apa lagi alasan kita untuk bersedih dengan hadirnya problematika kehidupan? Untuk apa menangisi dan meratapi kesulitan? Untuk apa berlama-lama berduka? Dan untuk apa kita berputus asa terhadap rahmatNya?.
Atasi kesulitan dengan keikhlasan dan kesabaran, serta senantiasa berharap hanya kepada Allah SWT, Biizdnillahdengan keyakinan hati, semoga ujian pandemi ini akan segera berlalu dan kita bisa kembali bertemu untuk berjabat erat, menyatukan yang terceraiberai, dan menampilkan senyum terbaik dari wajah kita yang selama ini tertutup rapat dalam balutan masker yang terkadang menyesakkan. Segera bangkit dan bergegas memperbanyak amalan kebaikan sebelum diakhirkan dalam keadaan husnul khotimah.
Kita tidak boleh berputus harapan dan berkeluh kesah berkepanjangan, agar kelak saat kita berjumpa dengan sang Maha Cinta, kita dapat berjalan tegak dan tanpa tertunduk malu.
والله اعلم
*aw/ pjmi/ ab/ nf/ 150125
KOMENTAR TERBARU