17 Januari 2025
Fotoram.io (5)

ARAHBANUA.COM

 

oleh OVAMIR ANJUM
diterjemahkan bebas oleh Reza Nasrullah Jurnalis Arah Banua

Bagian 6: KEDAULATAN POLITIK

Bahwa teologi politik adalah mendasar bagi Islam, bukan sekedar tambahan sementara atau kegunaan pragmatis bagi periode berkuasa, tampak sangat gamblang manakala kita mengenali ayat-ayat Makkiyah yang turun sebelum komunitas Muslim berkuasa, yang berbicara tentang aspirasi-aspirasi keduniawian.
Surat-surat Makkiyah benar-benar menantang kewenangan politik para elit Quraisy dan tatanan politik Arab secara umum.
Al-Qur’an menyitir tanggapan orang-orang Arab yang menganggap bahayanya da’wah Nabi Muhammad saw dengan mengatakan: “Jika kami mengikuti ajaran yang kamu bawa, maka kami akan terusir dari tanah kami”.(QS 28:57).
Ancaman Al-Qur’an kepada warga Makkah, jika mereka gagal mematuhi ayat-ayatnya, disampaikan dalam bentuk kisah-kisah para nabi terdahulu bahwa bagaimanapun akhirnya ALLH SWT pasti mewariskan bumi kepada para hambaNya yang beriman (QS 35: 39). Perjuangan melawan ketidakadilan dan kekafiran dan ujungnya berupa kemenangan para nabi dan para pengikutnya adalah tema-tema yang umum dalam surat-surat Makkiyah. Sekedar bicara tapi tidak berbuat sangat dicela (lihat QS 26:226). Pertemuan antara Nabi Musa as dengn Fir’aun menjadi kisah utama dan sering diulang-ulang dalam surat-surat periode Makkah ini. ALLAH SWT memberi kekuasaan adalah ujian, dan siapapun yang menolak wahyu-wahyuNya divonis sebagai tidak tahu berterimakasih dan tidak layak menerima otoritas ataupun kehidupan yang baik. Kekuasaan hanya berhak bagi yang beriman dan beramal sholih saja, namun mereka juga diuji dan akan dicabut pemberian ini bila mengabaikan ALLAH SWT , misalnya dalam bentuk malas sholat, saling berselisih dan mengikuti hawa nafsu pribadi (QS 19:59).
Tema-tema kekuasaan ini lebih moderat pada periode Madinah. Tapi tidak seperti pendekatan sekular yang menyerahkan kekuasaan politik di bumi kepada kaisar dan kekuasaan langit kepada Tuhan, Al-Qur’an tetap menegaskan bahwa semua kedaulatan di tangan ALLAH SWT sendiri. Dengan keyakinan ini maka seorang penguasa menjadi rendah hati karena rakyat beriman yang dipimpinnya dijanjikan kemenangan oleh ALLAH SWT. (QS 58:21). Satu sifat yang menonjol pada ayat-ayat Madaniyyah adalah motivasi berjihad secara ulet/pantang menyerah, yakni berjuang demi iman, termasuk perjuangan bersenjata) kepada kaum beriman bersama Nabi SAW, dengan mengambil contoh para pendeta Yahudi yang gagah berani berjihad bersama nabi-nabi mereka sebelumnya (QS 3: 146). Jadi tujuan dari penguasaan kekuasaan politik adalah pengabdian/ibadah kepada ALLAH SWT, sebagaimana ditunjukkan dalilnya oleh para ahli tafsir muslim ketika merujuk ayat diizinkannya berjihad mengangkat senjata alias jihad militer:
“mereka yang diperangi telah diberi izin karena mereka dizalimi…./mereka yang diusir dari rumah-rumah mereka karena bersumpah Tuhan mereka hanyalah ALLAH SWT…/mereka yang bila kami beri kekuasaan di bumi mereka menegakkan sholat, mengelola zakat, memerintahkan kebenaran dan mencegah kemungkaran…” (QS 22:39-41).
Dalam fase terakhir proses jihad, ayat Madaniyyah terakhir memerintahkan tatanan politik yang TIDAK MEMAKSA para ahli kitab untuk memeluk Islam, namun hanya sebatas membayar jizyah (QS 9: 29).

 

(bersambung ke no #7).

Loading

redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *