17 Januari 2025
Fotoram.io (5)

ARAHBANUA.COM

 

oleh OVAMIR ANJUM
diterjemahkan bebas oleh Reza Nasrullah Jurnalis Arah Banua

Bagian 5 : KEDAULATAN HUKUM

Deklarasi berulang dalam AL-QUR’AN bahwa inil hukmu illaa lillaahi (QS 12:40, 67; 6: 57)-‘penilaian hukum hanya hak ALLAH SWT’-memperkaya diskusi dan perdebatan masa-masa awal islam, merupakan paragraf pembuka setiap tulisan tentang hukum islam zaman klasik, bahkan menjadi slogan gerakan intelektual dan atau gerakan pembaharu sepanjang sejarah muslim.
Tema ini selalu tampil dalam berbagai bentuk dan memberikan pembuktian iman BAHWA tidak ada Tuhan selain ALLAH (SWT). Prinsip ini menyatakan bahwa wewenang dan kekuasaan ALLAH SWT tidak hanya berlaku bagi alam semesta, namun termasuk otoritas tunggal dalam urusan hukum antar manusia.
Artinya, undang-undang dasar kehidupan yakni kitab suci AL-QUR’AN berlaku pada dua sisi dari “mata uang yg sama” yaitu: (1) hukum normatif (syar’i) bagi manusia yang bebas berperilaku namun diperintahkan menyesuaikan dengan keridhoan ALLAH SWT; (2) hukum kauniyah yakni ALLAH SWT mengendalikan sepenuhnya semua peristiwa dalam alam semesta namun mengijinkan terjadinya hal-hal yang tidak diridhoiNya dengan maksud adanya hikmahNya di dalam hal tsb.
Nabi Muhammad saw diberitahukan bahwa keputusan menghukum atau memaafkan kaum kafir bukan pada beliau namun murni hak prerogatif ALLAH SWT. (QS 3:128). Tetapi ALLAH SWT juga membimbing langsung Nabi SAW dalam membuat keputusan-keputusan. Misalnya ketika di Madinah ada yang mempertanyakan keputusan Nabi SAW tentang taktis bertempur, maka mereka diberitahu bahwa “semua urusan kembali kepada ALLAH SWT” (QS 3:154).
Sebuah konsep yang lebih kuat tentang wewenang di atas juga disebutkan dalam surat Al-Maa’idah, yang ketajamannya sering menimbulkan pemikiran-pemikiran radikal dan komentar-komentar pembelaan dalam penafsiran hadits: “mereka yang tidak berhukum dengan apa yang ALLAH turunkan adalah kaafir” (QS 5:54). Kufur adalah vonis tertinggi dalam AL-QUR’AN dan dua ayat berikutnya mengulang vonis bagi para penolak iman berupa “kaum zalim” (QS 5: 45) dan “kaum fasik” (QS 5:47).
Sama halnya wewenang tunggal milik ALLAH SWT, maka demikian pula ‘Diin’. Sering diterjemahkan sebagai ‘agama’, namun ‘diin’ bisa dipahami sebagai tata-aturan mendasar kehidupan bagi penganutnya, sebagai metoda hidup. Para kaum beriman diberitahu tanpa henti agar memurnikan (akhlisu, ikhlas) diin hanya untuk ALLAH SWT. (QS 39:2, 11; 98:5). Pendek kata, sebagaimana tidak ada pilihan lain bagi manusia untuk menyembah selain ALLAH SWT, maka hal yang sama berlaku bagi mereka dalam pengadilan, keputusan hukum atau aturan-aturan zakat, semuanya berdasarkan otoritas dari ALLAH SWT saja.

 

(bersambung).

Loading

redaksi